Oleh:
Dian Marta Wijayanti
Dimuat
di Opini Koran Barometer 31 Oktober 2013
Guru adalah profesi yang mampu
mengnatarkan seseorang menuju puncak keemasannya. Guru zaman dulu dan sekarang
memiliki perbedaan signifikan. Jika dulu guru hanya dipandang sebelah mata,
namun sekarang profesi guru seakan mampu menjadi impian semua orang. Hampir
setiap orang ingin menjadi guru, baik itu guru SD, SMP, SMA, maupun gurunya
calon guru alias dosen. Namun sudahkah semuanya memahami apa makna guru sejati?
Ungkapan dalam bahasa Jawa bahwa guru
itu harus bisa digugu lan ditiru seakan sudah banyak dilupakan. Apalagi
ditambah kata-kata bijak Ki Hajar Dewantara Ing ngarsa sung tuladha, ing madya
mangun karsa, tut wuri handayani. Dapat dikatakan saat ini profesi guru hanya
dianggap sebagai tujuan bukan alat. Ketika guru hanya dianggap sebagai tujuan,
maka setelah menjadi guru, pasti hanya status itu didapatkan. Namun jika guru
dianggap sebagai alat, maka perilaku untuk melakukan pekerjaan baik lebih
banyak akan terwujud. Suatu fenomena di masyarakat memperlihatkan kemurnian
profesi guru luntur. Masih adakah guru murni, sejati dan berkualitas?
Guru Ideal
Guru harus ideal, berkualitas, dan murni
dalam menjalankan tugas pendidikannya. Menjadi guru tidak cukup hanya menguasai
empat kompetensi pendidik dan delapan keterampilan mengajar. Tapi, guru juga
harus mampu membuat siswa merasa nyaman dan rindu akan ilmu pengetahuan.
Kenyamanan siswa terhadap guru akan menunjukkan bahwa guru tersebut telah mampu
menjadi guru dirindukan. Ketika siswa sudah rindu terhadap gurunya, dapat
dipastikan mereka akan dengan senang menerima materi yang diberikan guru.
Kenyamanan seorang siswa tentu membuat siswa lebih mudah memahami daripada baru
mendengar nama gurunya saja sudah merasa takut.
Guru sejati akan mendidik dengan hati.
Kemurnian seorang guru memang tidak mudah terlihat. Namun secara umum dapat
diketahui dalam sikap guru-guru dalam menjalankan tugasnya. Guru mendidik
dengan hati tidak akan menghabiskan durasi baginya untuk memberikan materi dan
soal-soal latihan saja. Guru cerdas akan mengajarkan siswa bagaimana cara menghidupkan
keinginan untuk aktif berprestasi. Apalagi, setiap anak memiliki hak untuk
tumbuh menjadi orang besar dan sukses. Tugas guru di sini adalah membantu
mereka untuk menemukan jalan termudah sesuai aturan yang ada. Bukan malah
membuat siswa merasa sekolah itu hanya formalitas yang di dalamnya tersimpan
kesulitan-kesulitan dunia, kesulitan mengerjakan PR, tugas-tugas sekolah, tes,
praktikum, dan lainnya.
Guru sejati menjadi teladan bagi
siswanya. Cara pandang siswa terhadap guru yang mengajar tentu banyak makna.
Guru yang dicintai siswanya akan dinanti-nantikan kehadirannya di dalam kelas.
Sedangkan guru yang tidak diinginkan siswa biasanya hanya dianggap pajangan di
ruang belajar. Bukan berarti siswa itu tidak sopan. Tapi hal tersebut merupakan
respon langsung siswa terhadap gurunya. Siswa memiliki hak untuk menilai karena
bagaimanapun mereka lah yang merasakan dampak pembelajaran dari guru. Pada
dasarnya siswa menyukai pembelajaran serius tapi santai. Mellaui pembelajaran
menyenangkan, siswa akan lebih banyak mendapatkan pengalaman bermakna.
Guru Abal-Abal
Dewasa ini banyak ditemukan “guru
abal-abal” di lingkungan pendidikan. Bagaimana tidak dikatakan sebagai guru
abal-abal, setiap hari Senin mereka datang ke sekolah dengan gagah berbaju
keren. Setiap awal bulan mereka mendapatkan gaji cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Bahkan ketika menilik para guru yang sudah mendapatkan
sertifikasi, pergi ke sekolah dengan mengendarai mobil sudah menjadi hal biasa.
Jika dikalkulasi, sepasang suami istri dengan profesi guru memiliki gaji pokok
Rp 2.800.000 per bulan. Jika keduanya sudah bersertifikasi, maka dapat
diketahui dalam waktu sebulan gaji diterima pasangan tersebut kurang lebih
11.200.000. sangat mudah bagi mereka untuk berganti kendaraan bermotor dalam
dua bulan sekali. Namun sudah sesuaikah dengan keterampilan dimiliki?
Sertifikasi adalah penghargaan bagi
mereka yang profesional dengan profesinya. Begitu pula dengan sertifikasi guru.
Dari proses penilaian portofolio sampai sampai sekarang muncul program PLPG.
Terlihat sekali hampir semua guru antusias untuk mengejar sertifikat sertifikasi
tersebut. Namun sangat disayangkan ketika antusias mengejar materi tersebut
tidak diimbangi dengan peningkatan kompetensi. Bahkan di antara para guru yang
telah lulus tersertifikasi, banyak sekali kecurangan yang terjadi. Kecurangan
yang dimaksudkan disini adalah kecurangan dalam menipu penghargaan negara.
Sudah selayaknya seorang yang
mendapatkan sesuatu, berarti mau melakukan sesuatu untuk orang lain yang
membantunya. Namun yang terjadi justru berbanding terbalik. Ketika sudah
mendapatkan sertifikasi, banyak guru malah ongkang-ongkang kaki seakan berada
di puncak kejayaannya. Padahal justru sertifikasi yang diperoleh seharusnya
bisa mnejadi pemacu untuk meningkatkan kinerja kerja.
Solusi
Mengembalikan kemurnian profesi seorang
guru tidaklah mudah. Semuanya telah bercampur dalam sistem yang sulit untuk
dipecah satu per satu. Namun usaha preventif tetap bisa dilakukan minimal dari
pribadi masing-masing individu. Pertama, melakukan profesi sesuai disiplin
ilmu. Banyak sekali guru-guru abal-abal yang mendeklarasikan diri sebagai guru luar
biasa. Padahal jika dilihat dari latar belakang pendidikan, banyak guru tidak
linier. Misalnya, sarjana muda dari Jurusan Pendidikan Ekonomi mengajar siswa
SD. Guru lulusan Pendidikan Matematika mengajar Bahasa Inggris. Tentu terlihat
adanya kesenjangan di sini. Materi memang bisa dipelajari. Tapi kemampuan
menguasai kelas dan mempelajari psikologis siswa tentu akan berbeda.
Kedua, setia dengan ilmu yang
dipelajari. Banyak kondisi guru tidak setia dengan ilmu yang dipelajari.
Sebagai contoh sarjana lulusan jurusan manajemen sampai jangka waktu yang lama
tidak segera mendapatkan pekerjaan. Karena orangtuanya guru SD, lulusan
tersebut diajak orangtuanya mengajar di SD dengan pengetahuan yang dimiliki.
Cukup jelas hal tersebut mengorbankan siswa sebagai subjek belajar di sekolah.
Ketiga, mempertegas peraturan
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pemerintah perlu lebih selektif dalam
menyeleksi calon pegawai negara. Salah satu caranya adalah dengan menghilangkan
money politic di tengah seleksi CPNS seperti sekarang ini. Namun hal yang
menjadi kunci dari guru ideal adalah hakikat kembali kekemurnian sebagai
pendidik di dalam masyarakat. Semoga para guru sadar untuk selalu menjadi guru
murni, berkualitas dan mencerdaskan Indonesia dengan spirit heroik bukan
pecundang.
Wisudawan Terbaik Jurusan PGSD
Unnes April 2013
Mahasiswa Pascasarjana Unnes
Guru Homeschooling ANSA
School Semarang
0 comments:
Post a Comment