A. Hakikat Manusia
Manusia
merupakan makhluk Tuhan yang paling
sempurna. Oleh karena itu, manusia perlu menyadari eksistensi dan tujuan
penciptaannya. Socrates menyatakan bahwa hakikat manusia terletak pada budinya,
yang memungkinkan untuk menentukan hikmah dan kebaikan. Sementara Plato
menonjolkan peran pikir yang dapat melahirkan budi baik, dengan demikian
hakikat manusia terletak pada idenya. Sedangkan Aristoteles menyatakan bahwa
hakikat manusia terletak pada pikirnya tetapi perlu dilengkapi dengan hasil
pengamatan indera (Munib, 2011: 4).
Adapun
terminologi manusia dalam Al Qur’an, terbagi
ke dalam empat pengertian; (1) An-Nas,
yang berarti manusia ditinjau dari sudut pandang kesusilaan, moralitas, baik
dan buruk; (2) Al Insan, yang
berkaitan dengan hubungan sosiologis manusia sebagai makhluk sosial (zone
politican); (3) Al Basyr, artinya
manusia berbeda dengan binatang. Manusia diberi akal yang dapat berpikir
sedangkan hewan tidak; (4) Bani Adam,
berarti manusia merupakan keturunan Nabi Adam AS.
Dimensi-dimensi
hakikat manusia serta potensi, keunikan, dan dinamikanya terbagi menjadi empat
yaitu:
a.
Dimensi Keindividualan
Keindividualan
seringkali dikaitkan dengan individualitas seseorang. Sementara individualitas pada
dasarnya hanyalah sebuah paham. Menurut Mallarangeng (2008: 47) konsepsi
terhadap paham penting ini memang sering disalahpahami. Padahal, sebenarnya
paham ini sangat sederhana. Ia mengakui fakta yang alamiah bahwa setiap manusia
dalam memandang dunia di sekitarnya selalu memakai kacamata atau persepsi
dirinya sendiri. Tidak ada orang yang mencoba melihat dunia ini lewat pikiran
dan mata orang lain. Selain karena memang tidak mungkin demikian berdasarkan
bangunan fisik manusia. Menurut Langeveld menyatakan bahwa setiap anak memiliki
dorongan untuk mandiri yang sangat kuat, meskipun di sisi lain pada anak
terdapat rasa tidak berdaya, sehingga memerlukan pihak lain (pendidik) yang
dapat dijadikan tempat bergantung untuk memberi perlindungan dan bimbingan
(Tirtarahardja, 2005: 18).
b.
Dimensi Kesosialan
Setiap
bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas. Adanya dimensi kesosialan pada
diri manusia tampak lebih jelas pada dorongan untuk bergaul. Dengan adanya
dorongan untuk bergaul, setiap orang memiliki keinginan untuk bertemu dengan
sesamanya. Bantuan dari orang lain itu tetap diperlukan pada masa anak, remaja,
setelah dewasa, bahkan sampai kepada sisa-sisa usia dalam kehidupan seseorang.
c.
Dimensi Kesusilaan
Susila
berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih
tinggi. Akan tetapi, di dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya
berbuat yang pantas jika di dalam yang pantas atau sopan itu misalnya
terkandung kejahatan terselubung. Karena itu maka pengertian susila berkembang
sehingga memiliki perluasan arti menjadi kebaikan yang lebih. Dalam kenyataan
hidup ada dua hal yang muncul dari persoalan nilai, yaitu kesadaran dan
pemahaman terhadap nilai dan kesanggupan melaksanakan nilai.
Manusia
memiliki akal yang mampu berpikir untuk mengambil suatu keputusan. Jika manusia
tidak mau menggunakan akalnya dengan baik dan benar jelas ia akan tersesat.
Oleh karena itu, jika manusia yakin kalau ia bisa menjadi kaya tanpa
menghalalkan berbagai cara dan dengan tujuan yang mulia untuk membantu sesama,
maka ia boleh menjadi kaya. Namun jika sebaliknya, maka ia boleh menjadi kaya.
Namun jika sebaliknya, maka kaya bukanlah sebuah pilihan yang baik. Begitupun
dengan pilihan miskin, jika ia miskin dan menyusahkan orang lain maka pilihan
miskin pun bukanlah yang terbaik (Bois, 2012: 16).
d.
Dimensi Keberagamaan
Pada
hakikatnya manusia adalah makhluk religius. Sejak dahulu kala, sebelum manusia
mengenal agama mereka telah percaya bahwa di luar alam yang dapat dijangkau
dengan perantauan alat indranya, diyakini akan adanya kekuatan supranatural
yang menguasai hidup alam semesta ini. Untuk dapat berkomunikasi dan
mendekatkan diri kepada kekuatan tersebut diciptakanlah mitos-mitos. Misalnya
untuk meminta sesuatu dari kekuatan-kekuatan tersebut dilakukan bermacam-macam
upacara, menyediakan sesajen-sesajen, dan memberikan korban-korban. Sikap dan
kebiasaan yang membudaya pada nenek moyang kita seperti itu dipandang sebagai
embrio dari kehidupan manusia dalam beragama.
B. Hakikat Pendidikan
1.
Batasan Pendidikan
Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia,
mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks., atau karena falsafah yang
melandasinya. Menurut Tirtaraharja dan Sulo (2005: 33) batasan pendidikan terdiri
atas:
a. Pendidikan sebagai
Proses Transformasi Budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain.
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain.
b. Pendidikan sebagai
Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematik dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematik dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.
c. Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warga Negara
Pendidikan sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
Pendidikan sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
d. Pendidikan sebagai
Penyimpanan Tenaga Kerja
Pendidikan sebagai penyimpanan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.
Pendidikan sebagai penyimpanan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.
2.
Konsepsi Pendidikan
a.
Konsep dasar pendidikan
Pendidikan
adalah proses pengembangan potensi manusia ke tingkat optimal untuk menuju
kehidupan yang produktif dan bahagia dalam masyarakat (Lohithakshan, 2002: 67).
Menurut GBHN 1973 pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan peserta didik di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur
hidup.
Ada
beberapa konsepsi dasar tentang pendidikan yang akan dilaksanakan yaitu:
1)
Bahwa pendidikan berlangsung seumur
hidup (life long education).
2)
Bahwa tanggung jawab pendidikan
merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
3)
Bagi manusia pendidikan itu merupakan
suatu keharusan, karena pendidikan, manusia akan memiliki kemampuan dan
kepribadian yang berkembang.
b.
Pendidikan hanya berlaku bagi manusia
Pendidikan
mengandung suatu pengertian yang sangat luas, menyangkut seluruh aspek
kepribadian manusia. Hanya manusia yang dapat dididik dan mungkin untuk
menerima pendidikan, karena manusia memang dilengkapi dengan akal budinya
(Munib,2007:27-28).
c. Manusia
perlu dididik
Ada beberapa asumsi yang memungkinkan manusia perlu
mendapatkan pendidikan:
1)
Manusia dilahirkan dalam keadaan tidak
berdaya.
2)
Manusia lahir tidak langsung dewasa.
3)
Manusia pada hakikatnya adalah mahluk
sosial.
4)
Manusia pada hakikatnya dapat dididik
dan dapat mendidik dirinya sendiri sepanjang hayat.
d. Tujuan
dan Proses Pendidikan
Menurut Munib (2007: 29) tujuan
pendidikan merupakan suatu gambaran dari falsafah hidup atau pandangan hidup
manusia, baik secara perorangan maupun secara kelompok (bangsa dan negara).
Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada
segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh
segenap kegiatan pendidikan.
3.
Unsur-Unsur Pendidikan
Proses
pendidikan melibatkan banyak hal, yang akan diuraikan sebagai berikut:
a. Subjek
yang dibimbing (Peserta didik)
Peserta didik berstatus
sebagai subjek didik. Pandangan modern ini cenderung menyebut demikian oleh
karena peserta didik adalah subjek yang otonom, yang ingin diakui
keberadaannya.
Ciri khas peserta didik
yang perlu dipahami oleh pendidik ialah :
a) Individu
yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang
unik.
b) Individu
yang sedang berkembang.
c) Individu
yang memerlukan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
d) Individu
yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
b. Orang
yang Membimbing (Pendidik)
Pendidik ialah orang
yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta
didik. Yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah orang tua, guru,
pimpinan program pembelajaran, latihan, dan masyarakat/ organisasi.
c. Interaksi
Edukatif antara Peserta Didik dengan Pendidik
Interaksi edukatif pada
dasarnya adalah komunikasi timbal balik antarpeserta didik dengan pendidik yang
terarah pada tujuan pendidikan.
d. Materi/isi
pendidikan
Dalam sistem pendidikan
persekolahan, materi telah diramu dalam kurikulum yang disajikan sebagai sarana
pencapaian tujuan.
e. Konteks
yang mempengaruhi pendidikan
Konteks yang
mempengaruhi pendidikan meliputi alat dan metode pendidikan serta lingkungan
pendidikan.
4.
Asas-Asas Pendidikan Indonesia
Pendidikan
nasional adalah suatu sadar untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, yaitu
manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan mengusahakan
perkembangan kehidupan beragama, kehidupan berkepercayaan, nilai budaya,
pengetahuan, keterampilan, daya estetis dan jasmaninya membangun masyarakat
serta membudayakan alam sekitar (Munib, 2007: 69).
Pendidikan
nasional dilaksanakan dengan memperhatikan asas-asas pelaksanaan sebagai
berikut:
a. Asas
semesta, menyeluruh, dan terpadu yang berarti bahwa pendidikan nasional terbuka
bagi setiap manusia indonesia.
b. Asas
pendidikan seumur hidup.
c. Asas
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
d. Asas
pendidika berlangsung dalam linkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat.
e. Asas
keselarasan dan keterpaduan dengan Ketahanan Nasional dan Wawasan Nusantara.
f. Asas
Bhineka Tunggal Ika.
g. Asas
keselarasan, keserasian, dan keseimbangan.
h. Asas
manfaat, adil, dan merata
i.
Asas ing
ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
j.
Asas mobilitas, efisiensi, dan
efektivitas yang memungkinkan pengadaan kesempatan seluas-luasnya bagi setiap
manusia Indonesia.
k. Asas
kepastian hukum yang berarti bahwa sistem pendidikan nasional dilaksanakan atas
dasar peraturan perundang-undangan.
C.
Hubungan
Hakikat Manusia dengan Pendidikan
Manusia mengemban tugas dan mempunyai tujuan untuk
menjadi manusia atau bertugas mewujudkan berbagai aspek hakikat manusia. Sampai
disini kiranya dapat dipahami bahwa manusia belum selesai menjadi manusia, ia
dibebani keharusan untuk menjadi manusia, tetapi ia tidak dengan sendirinya
menjadi manusia. Adapun untuk menjadi manusia
ia memerlukan pendidikan atau harus dididik. “Man can become man through
education only” (Wahyudin, 2008: 1.22).
Manusia merupakan subjek dan objek dalam pendidikan.
Dengan mengetahui hakikat manusia yang sebenarnya, sistem pendidikan akan
mengalami kesesuaian fungsi sehingga pembiasaan untuk belajar akan berjalan
dengan nyaman dan menyenangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Lohithakshan,
P.M. 2002. Dictionary of Education. New
Delhi: Printed in India.
Mallarangeng,
Rizal. 2008. Dari Langit Kumpulan Esai
tentang Manusia, Masyarakat, dan Kekuasaan. Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia
Munib,
Ahmad, dkk. 2007. Pengantar Ilmu
Pendidikan . Semarang : UNNES Press.
Tirtarahardja, U. Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Wagner,
Andreas. 2009. Paradoxical Life Meaning, Matter, and the Power of Human
Choice. London: Yale University Press.
Wahyudin, Dinn, dkk. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta:
Universitas Terbuka.
1 comments:
Wawasan Hakikat Manusia dan Pendidikan
Post a Comment