T
ulisan ini dimuat di Opini Harian Barometer 20 Februari 2014
Oleh
Dian Marta Wijayanti, SPd
Pemerhati Masalah Pendidikan,
Direktur Eksekutif SMARTA School Semarang
Tanggal 24 Desember 2013 Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah telah
mengumumkan hasil seleksi CPNS,
baik formasi umum maupun K2 (tenaga honorer). Namun untuk formasi K2 sebagian besar
belum diumumkan di beberapa kabupaten/kota yang diselaraskan bulan Februari
2014 tak lama ini.
Semua peserta pasti ingin lolos. Meskipun harapannya kecil, tapi
optimisme peserta cukup besar untuk menjadi
PNS.
Terlepas isu kecurangan tes CPNS,
di sini yang perlu dikaji adalah orientasi guru menjadi PNS. Karena hakikatnya, menjadi abdi negara, guru, hakim tak
harus menjadi PNS.
Status PNS sebenarnya tak terlalu penting. Karena yang substansial sebenarnya bukan sekadar to
be (menjadi apa), namun guru harus berpikir to do (berbuat apa)
untuk bangsa ini. Intinya, apakah mengabdi, berjuang dan mencerdaskan bangsa
harus menjadi PNS? Tentu tidak. Karena tidak mungkin semua guru di Indonesia
menjadi PNS.
Kagalauan Guru
Banyak guru galau
menunggu pengumuman hasil CPNS. Bahkan, mereka
banyak yang berdoa dan mencari “wangsit”
di berbagai tempat agar lolos tes. Inilah ambisius guru untuk menjadi PNS. Situasi ini terjadi karena
kurangnya kesejahteraan dan harapn sejahtera dengan menjadi PNS. Guru merasa
kurang puas atas materi yang telah didapat meskipun sudah ada sertifikasi, gaji
dari sekolah dan berbagai tunjangan.
Kemurnian seorang guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa tak dapat diartikan
mentah. Pahlawan butuh makan, tempat tinggal dan pemenuhan kebutuhan lain. Maka, wajar jika banyak guru menuntut
kesejahteraan dan berorientasi
PNS.
Apalagi,
mereka yang sudah mengabdi lebih dari 10
tahun tapi belum menjadi PNS,
tentu sangat galau dan spirit berjuangnya surut. Inilah penyebab kegaluan guru
non-PNS.
Diangkatnya guru sebagai PNS adalah wujud penghargaan pemerintah terhadap
guru. Hal
itu tak dapat disalahkan,
karena guru sudah mengabdi pada negeri ini. Mereka harus berjuang, dari bangun pagi
untuk segera bertemu siswa di sekolah, menyiapkan materi ajar, membuat RPP, mendidik siswa, sampai
membantu pelajar
menyelesaikan masalah pribadi.
Guru adalah insan akademis sepanjang hayat.
Setiap hari guru belajar cara memahami siswa. Pada saat itulah setiap hari
wawasan guru bertambah. Karena
itu, tuntutan
pengangkatan guru honorer menjadi bertambah besar. Tidak hanya guru honorer, pendaftar
jalur umum yang didominasi lulusan fresh graduated berlomba meraih kesuksesan. Hal ini menunjukkan
status PNS sangat digandrungi masyarakat. Namun, apakah menjadi guru sejati harus menjadi PNS?
Tak Harus PNS
Menjadi PNS atau swasta sebenarnya bukan alasan untuk tidak berjuang dan
mengabdi. Yang jelas, guru sejati pasti mengutamakan “mengabdi tanpa pamrih”
daripada sekadar mengejar “recehan”. Jika guru tak menjadi PNS bukan berarti
tak sejahtera. Mengapa? Karena sudah terbukti banyak guru non-PNS masih bisa
hidup sejahtera dan tidak kelaparan.
Memandang kondisi Indonesia saat ini, sangat konyol jika harus memaksa
pemerintah mengangkat semua guru menjadi PNS. Meskipun hal itu akan
mengecewakan calon guru PNS, tapi ini kenyataan yang terjadi harus diterima.
Guru harus sadar bahwa PNS bukan puncak “kejayaan pendidik”. Namun, puncak
kejayaan guru adalah ketika sukses mencerdaskan pelajar dan mencetak generasi
bangsa menjadi cerdas dan bermoral.
Di kota Semarang, jumlah pendaftar CPNS SD sebanyak
1.332 untuk memperebutkan 40 formasi yang terdiri atas 35 tenaga guru SD dan 5
formasi guru STM Permesinan (SM, 31/10/2013). Dengan perbandingan 1:33,
pendaftar harus sabar dan legawa
jika
belum lolos CPNS. Ini sangat tidak logis jika semua guru menjadi PNS,
karena kesempatannya sangat kecil dan harus bersaing ketat.
Lolos atau tidak lolos seleksi bukan akhir dari segalanya, justru mereka
harus menyiapkan diri ketika pengumuman. Hal ini dipersiapkan agar tidak
terjadi “kekecewaan tingkat tinggi” jika hasilnya tak sesuai harapan. Artinya,
menjadi PNS bukanlah tujuan tertinggi dalam pendidikan, karena hal itu hanya
“alat” untuk mengabdi pada bangsa.
Dalam hal ini yang terpenting adalah spirit dan keihklasan guru mendidik. Dalam
falsafah pendidikan Islam, metode diyakini lebih utama daripada materi. Guru
lebih utama daripada metode. Tapi ada hal lebih utama lagi, yaitu “ruh guru”. Karena jika guru tak memiliki ruh,
spirit berjuang, motivasi mendidik, maka mereka pasti “setengah hati” dalam
menjalankan tugasnya. Ruh guru adalah hal paling penting. Entah
menjadi PNS atau tidak, tapi ruh/spirit
guru tak boleh surut.
Abdi Negara
Menjadi PNS atau tidak, yang
terpenting guru harus mencerdaskan dan berjuang untuk pendidikan.
Sedangkan PNS adalah penghargaan pemerintah untuk meningkatkan etos kerja dan etos juang guru. Dengan status PNS, diharapkan guru semakin
semangat mengabdikan dirinya pada negara. Tapi bukan berarti semangat guru non-PNS kendor. Karena guru
adalah teladan. Jiak guru tidak
memiliki ruh mengajar, bagaimana nasib pendidikan? Tentu semrawut.
Siswa tidak peduli guru
di depannya PNS atau belum. Mereka cukup bahagia ketika guru mengajar menjadi sosok teladan, pemberi motivasi dan mampu menjadi pahlawan. Guru seperti inilah yang selalu dirindukan siswa dan
masyarakat.
Jika tujuan utama PNS, dikhawatirkan guru lupa tujuan awal mendidik. Karena
mendidik adalah perjuangan yang membutuhkan tenaga, pikiran dan harta, bukan
justru berorientasi mendapatkan recehan. Karena guru bukanlah profesi untuk mendapatkan kekayaan, melainkan
alat untuk berjuang. Menjadi guru adalah panggilan hati. Jika guru ikhlas, hal itu tidak terbayar dengan apapun, melainkan kepuasan batin dan kemulyaan di hadapan Tuhan.
Meskipun ada gaji perbulan
dan
sertifikasi, namun perjuangan
guru paling utama. Keikhlasan guru akan memberi manfaat kepada semua kalangan. Itulah pahlawan abdi
negara sejati yang
mengutamakan pengabdian dan perjuangan, bukan sekadar recehan dan status PNS.
Yang penting, guru harus ikhlas, tanpa pamrih dan rela berjuang untuk umat.
Guru yang ikhlas menjalankan kewajibannya berarti senantiasa mengalirkan
kebahagiaan, tidak hanya pada peserta didik, tapi juga orang-orang di
sekitarnya. Indonesia membutuhkan guru sejati.
Lalu, apakah PNS menjadi tujuan utama Anda? Ataukah tetap menjadi guru sejati dan berjuang dengan
ikhlas tanpa status PNS? Anda punya pilihan!
0 comments:
Post a Comment