Monday 10 March 2014

Dongeng Tanggap Bencana

Tulisan ini dimuat di koran BAROMETER 23 Februari 2014


Indonesia waspada bencana. Itulah kata-kata yang sering terdengar beberapa minggu terakhir ini. Berbagai bencana alam menampar bangsa Indonesia. Dari banjir dan tanah longsor yang terjadi di daerah Kudus dan Pati, hingga gempa yang menggoncang beberapa kabupaten di Jawa bagian selatan. Semua itu perlu segera ditanggapi.
Indonesia adalah negara besar yang memiliki kekayaan luar biasa. Jika direnungi seharusnya rakyat Indonesia bisa kaya dengan harta yang telah dititipkan Tuhan. Namun, banyak diantara kita yang kurang menyukuri nikmat hingga berbuat kerusakan. Seperti membakar hutan, menebangi hutan secara liar, penggalian tambang tanah dan pasir tanpa perhitungan, dan berbagai kerusakan lainnya.
Tidak salah jika kejadian demi kejadian yang terjadi mengingatkan kita pada lirik lagu Ebiet G Ade “Mungkin Tuhan mulai bosan, melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Mungkin alam mulai enggan bersahabat dengan kita, coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang”. Sebuah refleksi kecil dari perbaikan yang harus sedini mungkin dilaksanakan.
Pembelajaran sejak dini sangat penting dilakukan. Khususnya ketika anak-anak masih duduk di bangku PAUD dan SD. Saat-saat ketika mereka pada fase usia emas (golden age), memberikan peluang bagi insan pendidik untuk menanamkan karakter-karakter positif. Salah satu bentuk karakter yang dapat dikembangkan adalah mencintai alam melalui dongeng tanggap bencana.
Dongeng Tanggap Bencana
Mengapa harus dongeng? Dongeng merupakan salah satu bentuk sastra yang sangat diminati anak-anak. Jika selama ini anak lebih banyak mendengar tokoh si Kancil, Cinderella, dan Putri Salju. Maka, sekarang saatnya guru menggalakkan dongeng bertokoh lokal yang mencintai alam sekitar.
Selama ini anak sudah dikenalkan dengan berbagai bencana alam yang sering dialami negara Indonesia. Materi ini banyak terselipkan pada mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), maupun Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Tapi, upaya agar siswa lebih tanggap terhadap bencana tersebut kurang begitu jelas. Maka, perlu inovasi agar siswa semakin paham dan mampu menerapkan pada kehidupan nyata.
Konsep mengenal, menanggapi, dan mencegah perlu diketahui siswa. Kenal, Tanggap, Cegah (TTC) adalah solusi yang ditawarkan penulis agar siswa lebih memahami materi yang tidak hanya sekadar konsep. Agar siswa lebih senang mempelajari materi ini, guru menggunakan dongeng sebagai alat. Dongeng memang bukan satu-satunya alat untuk menanamkan suatu konsep kepada siswa. Tapi melalui dongeng, siswa akan mengenal banyak hal yang belum mereka pahami.
Dongeng sangat digemari anak-anak. Menyenangkan, imajinatif, dan menginspirasi adalah beberapa sifat dongeng. Apalagi jika guru yang bersangkutan mampu mendalami peran saat menceritakan. Anak yang tertarik tentu akan lebih mudah mengambil nilai  cerita dibandingkan hanya memberikan materi tiada henti. Secara bergantian, anak diajak membaca dan mendramakan dongeng di depan kelas.
Topik yang dipilih guru dapat disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitar anak. Guru menganalisis bencana alam apa yang sangat mungkin terjadi di daerah tersebut. Anak diajak berwaspada diri sendiri dan keluarga. Setelah memilih cerita, guru menyiapkan teks dongeng yang kemudian dibagikan kepada anak. Akan lebih bagus jika guru mampu menyisipkan gambar pada teks tersebut.
Langkah Nyata
Dongeng yang ditawarkan penulis pada pembelajaran ini tidak sama dengan dongeng-dongeng seperti biasanya. Selain isi ceritanya yang bersifat kontekstual. Dongeng ini juga berlanjut pada usaha preventif menanggulangi bencana. Sebagai contoh, siswa diajak menanam pohon dan membuang sampah sesuai isi cerita. Siswa akan lebih senang jika dirinya disamakan dengan tokoh terpuji dari suatu cerita. Dengan identitas tersebut, guru menjadi teladan bagi siswanya.
Selain usaha preventif, dongeng yang disiapkan juga berisi langkah apa yang seharusnya dilakukan siswa ketika tiba-tiba bencana datang. Sebenarnya bentuk ini lebih kepada sosialisasi ringan agar siswa tanggap bencana. Dengan pengetahuan sederhana, tentu hal ini akan sangat bermanfaat bagi siswa jika tiba-tiba bencana itu datang.
Siswa juga perlu tahu cara menanggapi bencana. Sehingga siswa tidak hanya akan bermanfaat bagi dirinya sendiri, tapi juga bagi orang lain. Meskipun terkesan simpel, tapi dongeng tanggap bencana ini sangat efektif jika diterapkan bagi siswa usia ini. Apalagi jika ada koordinasi bersama untuk menyusun dongeng tanggap bencana yang lebih berkualitas sehingga banyak sekolah yang menerapkannya.
Peran guru dalam dunia pendidikan sudah jelas. Guru harus mengikuti perkembangan zaman melalui berbagai inovasi pembeljaaran. Oleh karena itu, berinovasi melalui dongeng merupakan salah satu bentuk kreativitas guru untuk mengabdi pada masyarakat. Seorang inovator tentu peka terhadap kondisi yang dialami negaranya, salah satunya tanggap bencana. Semakin dini siswa tahu cara menanggapi bencana tentu lebih baik hasilnya. Tanggap bencana melalui pendidikan adalah alternatif solusi bagi permasalahan negeri ini.

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More