Tulisan ini dimuat di koran BAROMETER 23 Februari 2014
Indonesia waspada bencana. Itulah
kata-kata yang sering terdengar beberapa minggu terakhir ini. Berbagai bencana
alam menampar bangsa Indonesia. Dari banjir dan tanah longsor yang terjadi di
daerah Kudus dan Pati, hingga gempa yang menggoncang beberapa kabupaten di Jawa
bagian selatan. Semua itu perlu segera ditanggapi.
Indonesia adalah negara besar yang
memiliki kekayaan luar biasa. Jika direnungi seharusnya rakyat Indonesia bisa
kaya dengan harta yang telah dititipkan Tuhan. Namun, banyak diantara kita yang
kurang menyukuri nikmat hingga berbuat kerusakan. Seperti membakar hutan,
menebangi hutan secara liar, penggalian tambang tanah dan pasir tanpa
perhitungan, dan berbagai kerusakan lainnya.
Tidak salah jika kejadian demi kejadian
yang terjadi mengingatkan kita pada lirik lagu Ebiet G Ade “Mungkin Tuhan mulai bosan, melihat tingkah
kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Mungkin alam mulai enggan
bersahabat dengan kita, coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang”.
Sebuah refleksi kecil dari perbaikan yang harus sedini mungkin dilaksanakan.
Pembelajaran sejak dini sangat penting
dilakukan. Khususnya ketika anak-anak masih duduk di bangku PAUD dan SD.
Saat-saat ketika mereka pada fase usia emas (golden age), memberikan peluang bagi insan pendidik untuk
menanamkan karakter-karakter positif. Salah satu bentuk karakter yang dapat
dikembangkan adalah mencintai alam melalui dongeng tanggap bencana.
Dongeng
Tanggap Bencana
Mengapa harus dongeng? Dongeng merupakan
salah satu bentuk sastra yang sangat diminati anak-anak. Jika selama ini anak
lebih banyak mendengar tokoh si Kancil, Cinderella, dan Putri Salju. Maka,
sekarang saatnya guru menggalakkan dongeng bertokoh lokal yang mencintai alam
sekitar.
Selama ini anak sudah dikenalkan dengan
berbagai bencana alam yang sering dialami negara Indonesia. Materi ini banyak
terselipkan pada mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH), Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA), maupun Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Tapi, upaya agar
siswa lebih tanggap terhadap bencana tersebut kurang begitu jelas. Maka, perlu
inovasi agar siswa semakin paham dan mampu menerapkan pada kehidupan nyata.
Konsep mengenal, menanggapi, dan
mencegah perlu diketahui siswa. Kenal, Tanggap, Cegah (TTC) adalah solusi yang
ditawarkan penulis agar siswa lebih memahami materi yang tidak hanya sekadar
konsep. Agar siswa lebih senang mempelajari materi ini, guru menggunakan
dongeng sebagai alat. Dongeng memang bukan satu-satunya alat untuk menanamkan
suatu konsep kepada siswa. Tapi melalui dongeng, siswa akan mengenal banyak hal
yang belum mereka pahami.
Dongeng sangat digemari anak-anak.
Menyenangkan, imajinatif, dan menginspirasi adalah beberapa sifat dongeng.
Apalagi jika guru yang bersangkutan mampu mendalami peran saat menceritakan.
Anak yang tertarik tentu akan lebih mudah mengambil nilai cerita dibandingkan hanya memberikan materi
tiada henti. Secara bergantian, anak diajak membaca dan mendramakan dongeng di
depan kelas.
Topik yang dipilih guru dapat
disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitar anak. Guru menganalisis bencana
alam apa yang sangat mungkin terjadi di daerah tersebut. Anak diajak berwaspada
diri sendiri dan keluarga. Setelah memilih cerita, guru menyiapkan teks dongeng
yang kemudian dibagikan kepada anak. Akan lebih bagus jika guru mampu
menyisipkan gambar pada teks tersebut.
Langkah
Nyata
Dongeng yang ditawarkan penulis pada
pembelajaran ini tidak sama dengan dongeng-dongeng seperti biasanya. Selain isi
ceritanya yang bersifat kontekstual. Dongeng ini juga berlanjut pada usaha
preventif menanggulangi bencana. Sebagai contoh, siswa diajak menanam pohon dan
membuang sampah sesuai isi cerita. Siswa akan lebih senang jika dirinya
disamakan dengan tokoh terpuji dari suatu cerita. Dengan identitas tersebut,
guru menjadi teladan bagi siswanya.
Selain usaha preventif, dongeng yang
disiapkan juga berisi langkah apa yang seharusnya dilakukan siswa ketika
tiba-tiba bencana datang. Sebenarnya bentuk ini lebih kepada sosialisasi ringan
agar siswa tanggap bencana. Dengan pengetahuan sederhana, tentu hal ini akan
sangat bermanfaat bagi siswa jika tiba-tiba bencana itu datang.
Siswa juga perlu tahu cara menanggapi
bencana. Sehingga siswa tidak hanya akan bermanfaat bagi dirinya sendiri, tapi
juga bagi orang lain. Meskipun terkesan simpel, tapi dongeng tanggap bencana
ini sangat efektif jika diterapkan bagi siswa usia ini. Apalagi jika ada
koordinasi bersama untuk menyusun dongeng tanggap bencana yang lebih
berkualitas sehingga banyak sekolah yang menerapkannya.
Peran guru dalam dunia pendidikan sudah
jelas. Guru harus mengikuti perkembangan zaman melalui berbagai inovasi
pembeljaaran. Oleh karena itu, berinovasi melalui dongeng merupakan salah satu
bentuk kreativitas guru untuk mengabdi pada masyarakat. Seorang inovator tentu
peka terhadap kondisi yang dialami negaranya, salah satunya tanggap bencana.
Semakin dini siswa tahu cara menanggapi bencana tentu lebih baik hasilnya.
Tanggap bencana melalui pendidikan adalah alternatif solusi bagi permasalahan
negeri ini.
0 comments:
Post a Comment