Monday 24 March 2014

Membumikan Homeschooling



Tulisan ini dimuat di Radar Tegal  24-03-2014
Oleh Dian Marta Wijayanti, SPd
Guru Homeschooling ANSA School Semarang,
Lulusan Terbaik Jurusan PGSD Unnes pada April 2013

Selama ini, anak-anak yang belajar dengan metode homeschooling dianggap kurang mampu bersosialisasi dengan baik, karena tidak bersosialisi dengan teman sebaya sebagaimana di sekolah formal pada umumnya. Dalam konteks ini, sebagian orang tua menyiasati kelemahan tersebut dengan melakukan aktivitas luar ruangan, seperti berolahraga, bakti sosial, ataupun kegiatan kepanduan.
Dalam hal ini, Saya sebagai guru salah satu homeschooling di Kota Semarang, Jawa Tengah ingin memberikan pendapat beda. Menurut Saya, kurang tepat jika homeschooling dianggap tidak mampu membuat anak bersosialisasi selayaknya di sekolah formal. Selama ini banyak yang menyalahartikan makna homeschooling.
Meskipun home memiliki arti “rumah”, bukan berarti homeschooling hanya dilaksanakan di rumah. Homeschooling merupakan salah satu bentuk dari pendidikan nonformal. Yang namanya sekolah, anak-anak juga dihadapkan pada kurikulum dan pelajaran layaknya di pendidikan formal. Anak-anak masuk sekolah dan berkumpul dengan komunitas kelasnya.
Hanya saja, kelas yang ditentukan tidak sebanyak jumlah siswa pada sekolah formal. Anak juga memiliki modul yang telah disesuaikan dengan kurikulum pada kelas mereka. Jadi, tidak tepat jika homeschooling dianggap tidak memberikan kesempatan bagi anak bersosialisasi dengan teman sebayanya.
Sosialisasi Siswa
Siswa homeschooling juga bersosialisasi dengan teman sebayanya, guru dan orang tua. Artinya, sangat keliru jika siswa homeschooling dikatakan tidak mampu bersosialisasi. Namun letak perbedaan sekolah formal dengan homeschooling salah satunya pada “kuantitas tatap muka,” karena tidak setiap hari siswa masuk sekolah.
Pasalnya, homeschooling memberikan jadwal khusus pada siswa. Selama di sekolah, siswa akan berinteraksi dengan teman sekelasnya. Homeschooling juga memiliki jenjang kelas seperti sekolah formal, seperti SD terdiri dari 6 kelas, SMP 3 kelas, dan SMA 3 kelas, sehingga sosialisasi akan tetap terjalin baik antara siswa dengan teman sebaya maupun siswa dengan guru/tutor.
Homeschooling juga memberikan fasilitas visit (belajar tambahan) bagi siswa dan orang tua yang merasa belum puas akan materi pelajaran. Fasilitas ini biasa dilaksanakan satu tutor satu siswa. Bentuk visit juga berbeda, ada yang di sekolah, ada juga yang berada di rumah. Melalui visit, siswa akan didampingi lebih intens dengan memperhatikan potensi siswa.
Pengembangan potensi dapat dikembangkan sambil kegiatan pembelajaran. Misalnya, siswa yang memiliki potensi menggambar akan diajak mewarnai dan menggambar yang berhubungan dengan materi. Hal ini bertujuan agar siswa merasa nyaman dan potensi dapat dikembangkan. Karena semudah-mudahnya materi jika siswa tidak merasa nyaman, maka akan kesulitan memahami materi tersebut.
Homeschooling juga tidak hanya mengedepankan materi tapi juga “pendidikan karakter”. Siswa homeschooling harus bertanggungjawab atas dirinya sendiri, karena ketika jam belajar dimulai, siswa harus siap mengikuti pembelajaran sampai kesempatan yang diberikan selesai. Siswa juga harus mengikuti pembelajaran yang diberikan tutor dengan baik. Karena meskipun homeschooling, regulasi pendidikannya juga hampir sama seperti sekolah formal lainnya.
Selain tanggung jawab, karakter lain yang dikembangkan adalah kedisiplinan dan kemandirian. Siswa harus disiplin mematuhi peraturan sekolah. Siswa juga diajarkan untuk tidak manja. Mereka harus mandiri, seperti membuang sampah sendiri, merapikan peralatan sekolah dan membersihkan kotoran sendiri ketika buang air kecil maupun buang air besar dengan pendampingan dari tutor.
Homeschooling sebagai Alternatif
Homeschooling adalah cahaya belajar masa kini. Tidak dipungkiri, Tuhan menciptakan manusia dalam kondisi berbeda. Baik kondisi fisik, mental, lingkungan keluarga, maupun ekonomi. Hal itulah yang melatarbelakangi homeschooling menjadi suatu pilihan. Setiap anak memiliki hak untuk belajar dan menjadi manusia seutuhnya. Karena belum lengkap identitasnya sebagai manusia, jika makhluk itu belum belajar. Namun kondisi itu menjadi pertimbangan bagaimana agar anak tetap bisa belajar dengan kondisi nyaman.
Banyak orang tua yang mulai tidak nyaman dengan kondisi pembelajaran di sekolah formal. Salah satu alasannya karena jumlah siswa terlalu banyak di dalam kelas sehingga guru tidak sepenuhnya menguasai. Beberapa orang tua merasa kekurangan anak mereka tidak tersentuh guru. Padahal, jika kekurangan itu dibiarkan begitu saja tanpa segera dicarikan solusi, anak tidak bisa mengikuti pembelajaran dengan baik.
Stigma yang muncul nanti anak mendapat nilai jelek dan dianggap berprestasi buruk di sekolahnya. Padahal bukan masalah pandai atau tidak pandai permasalahannya, tetapi, sudahkah materi tersebut tersampaikan dengan baik kepada anak? Sementara beberapa anak memiliki kekhususan tertentu untuk disentuh seperti kesulitan konsentrasi. Sebenarnya mereka memiliki potensi sama, namun hanya butuh tindakan khusus agar bisa mengikuti pembelajaran dengan baik.
Setiap orang tua ingin anak-anaknya mendapat perhatian dari guru sebagai orang tua di sekolah. Sehingga kehadiran homeschooling di era digital ini menjadi alternatif untuk mendidik anak. Apalagi ketika homeschooling sudah dilengkapi dengan fasilitas e-learning, orang tua dapat memantau perkembangan anak serta materi-materi yang bisa dipelajari anak.
Homeschooling juga menawarkan program unggulan. Biasanya tidak hanya anak yang diikutsertakan dalam program unggulan, tapi peran orang tua juga diharap bisa bersinergi di sini. Hal tersebut dapat menjalin komunikasi yang baik antara pihak sekolah dan orang tua. Jangan khawatir jika anak dianggap tidak dapat bersosialisasi di homeschooling. Anak sangat bisa bersosialisasi layaknya belajar di sekolah formal.

2 comments:

Membumikan homeschooling

sekedar ingin memberikan info..
Di Semarang ada VTCS (Victory Tabernacle Christian School) - International Homeschooling.
Itu dari SD-SMA. Di VTCS metodenya virtual learning namun biayanya paling terjangkau.
di VTCS juga menggunakan pendekatan yang berbeda pada setiap anak. Jadi semua benar-benar akrab seperti keluarga.
Infonya bisa di dapat. ada sih websitenya
http://vtcssemarang.blogspot.com/
www.homeschoolingsemarang.com

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More