Oleh Dian Marta Wijayanti, SPd
Guru SDN Sampangan 01 Kota Semarang,
Tim Assesor EGRA USAID Prioritas Jawa Tengah
Dimuat Koran Barometer, Jumat 16 Mei 2014
Di acara puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-21 pada
14 Juni 2014, Wakil Presiden Boediono menyatakan kualitas keluarga menunjukkan
dan menentukan kualitas manusia. Kualitas manusia inilah nantinya yang akan
menentukan kualitas bangsa Indonesia (Kompas, 15/6/2014). Ini penting
dicermati. Khususnya bagi ibu dan bapak sebagai guru di keluarga. Mereka harus
tahu bahwa di dalam keluarga itu terbentuk sistem pendidikan dalam keluarga
yang perannya sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Menurut Wapres, berhasil atau tidaknya suatu bangsa sangat ditentukan
oleh berhasil atau tidaknya membangun manusia keluarga yang berkualitas,
sedangkan kualitas manusia ditentukan keterampilan dan pengetahuannya. Wapres
juga mengajak kepada seluruh keluarga di Indonesia untuk memantapkan langkah
menggerakkan kembali sejumlah program seperti Program Kependudukan, Keluarga
Berencana, dan Pembangunan Keluarga di Tanah Air.
Hal itu harus diteguhkan kembali. Pasalnya, jika program-program itu
diarahkan untuk pengendalian jumlah penduduk dan pengaturan jarak kelahiran,
peningkatan kualitas penduduk, hingga peningkatan pendapatan keluarga sejahtera
dan pemberdayaan ekonomi keluarga melalui kegiatan bina keluarga yang meliputi
balita, anak remaja dan lansia. Tak kalah penting adalah penerapan pendidikan
dalam keluarga. Pasalnya, selama ini sekolah bernama keluarga masih dipandang
sebalah mata.
Kak Seto atau Seto Mulyadi pernah menjelaskan bahwa pendidikan dalam
keluarga dan peran orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Ini
ilmu sederhana, namun jarang orang memahaminya. Karena saat ini, masyarakat
hanya mengandalkan pendidikan formal saja. Padahal, pendidikan itu terbagi
tiga, yaitu pendidikan dalam keluarga, di sekolah dan pendidikan di masyarakat.
Memang logis, selain faktor kesibukan dan pengetahuan, orang tua memang
lebih simpel dan mudah mendidik anaknya lewat pendidikan formal. Kebiasaan para
orangtua dalam memberikan pendidikan bagi anaknya sejak kecil, akan berdampak
langsung bagi perkembangan daya pikir dan karakter sang anak kelak. Sebab
setiap manusia pasti akan mengingat dan selalu melakukan hal pertamakali ia
kenal, terutama apa yang diajarkan orangtuanya di rumah.
Pendidikan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan bagi manusia untuk pertama kali mengenal
interaksi dengan manusia lain. Pendidikan informal ala keluarga, senantiasa
diberikan orangtua kepada anaknya agar sang anak kelak memiliki bekal ketika
menginjak pendidikan formal yang diajarkan di sekolah. Banyak hal diberikan
orangtua kita tentang yang wajar kita ketahui dan lakukan sejak kita kecil. Membaca
doa, berhitung, mengenali benda di sekitar kita, hingga baca tulis juga kerap
dikenalkan orangtua kepada anaknya meskipun sang anak masih berusia belia.
Adolf Hitler (1889-1945) juga menyarankan bahwa ketika ada kediktatoran
pemerintah maupun birokrat, maka rakyat harus mendaulatnya sendiri. Artinya,
jika pemerintah tak mampu menyekolahkan anak, maka merekalah yang harus siap
menjadi guru bagi anak-anaknya. Jika didikan dari kecil kepada anak diberikan
dengan baik dan sesuai dengan apa yang seharusnya mereka dapatkan, niscaya hal
itulah yang akan menjadi cerminan baginya ke depan dalam menjalani kehidupan di
tengah masyarakat.
Jika didikan yang diberikan orangtua kepada anaknya jauh dari norma
kesopanan, kesusilaan, bahkan norma agama, percayalah, si anak kelak akan
kurang terbiasa dalam menjalani kehidupan yang berorientasi pada kesopanan
maupun nilai-nilai agama. Apabila kita cermati lebih jauh lagi,
sesungguhnya karakter yang selalu dimiliki oleh manusia merupakan cerminan
bagaimana mereka dididik oleh orangtuanya jauh sebelum mereka menginjak bangku
sekolahan.
Memang tidak bisa kita pungkiri, peran guru juga berpengaruh dalam
memberikan pengetahuan kepada siswanya dalam menunjang kecerdasan dan membantuk
karakter siswa, namun yang tidak boleh kita lupakan adalah pendidikan ala
keluarga yang sebenarnya lebih dominan dalam membentuk karakter anak di masa
datang. Ketika anak sewaktu kecil senantiasa dihadapkan pada keributan yang
dilakukan oleh orangtuanya, maka mental pembangkang dan bengal akan terpatri
dalam jiwanya karena ia kurang mengenal dunia kasih sayang akibat orangtuanya
selalu bertengkar. Baginya, pertengkaran merupakan hal yang lumrah dan
dibenarkan karena orang terdekatnya saja selalu melakukan hal itu bahkan di
hadapannya.
Akan tetapi, apabila orang tua selalu menunjukan sikap harmonis dan
penuh kasih sayang dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, maka anak tersebut
akan memiliki mental yang penuh dengan cinta kasih dalam menjalankan
kehidupannya kerana ia menganggap hanya dengan kasih sayanglah kehidupan ini
harus dilalui sebagaimana yang ia lihat kehidupan keluarganya dalam kehidupan
sehari-hari.
Sikap kejujuran yang ditanamkan oleh orangtua sejak si anak kecil, juga
akan berdampak panjang dalam hidupnya karena baginya melakukan kebohongan
merupakan hal yang tabu karena tidak pernah diajarkan dan sangat takut pada
sanksi yang akan didapat karena memang tidak pernah melakukan sebelumnya.
Menanamkan sikap jujur inilah yang sangat berat dilakukan sebagian orangtua
kepada anak karena orangtua terkadang masih suka silap sehingga harus melakukan
kebohongan kepada anak.
Sikap tidak terpuji ini sangat mungkin dilakukan juga oleh si anak,
karena mereka menganggap, ternyata kebohongan juga sudah menjadi hal lumrah
dilakukan orangtuanya dan tidak ada sanksi yang besar yang akan didapat orang
yang melakukan kebohongan. Di sini, memang kelihaian orangtua dalam mendidik
anak benar-benar diuji. Apalagi, jika orangtua tersebut tidak terbiasa dalam
melakukan hal positif dalam hidupnya, maka akan sangat berat untuk mananamkan
karakter positif kepada anak.
Optimalisasi
Dalam menjalani kehidupan, kita pasti dihadapkan dengan lingkungan yang
dihuni oleh manusia dengan beragam karakter. Karakter itu terbentuk sejak ia
masih kecil dan merupakan cerminan dari didikan dalam lingkungan keluarga.
Apabila seorang anak selalu diajak beribadah secara rutin oleh orangtuanya,
sangat kecil kemungkinan anak tersebut akan menjadi manusia yang jauh dari
nilai-nilai agama.
Namun, apabila si anak tidak pernah diajak orangtua mengingat Tuhan
dengan cara beribadah secara rutin, atau bahkan tidak pernah melihat
orangtuanya beribadah, kelak anak tersebut akan menganggap, beribadah kepada
Tuhan bukanlah kewajiban yang harus dilakukan secara mutlak meskipun telah
dianjurkan sewaktu ia duduk di sekolah karena ia menganggap meninggalkan ibadah
adalah hal yang wajar sebagaimana yang dilakukan orang tuanya di rumah.
Bahkan, hal terkacil mengenai nilai kesopanan, juga harus ditanamkan
keluarga dalam membentuk karakter anak. Memberikan salam kepada orang lain atau
jika hendak masuk rumah hari ini sudah tidak lagi populer di lingkungan kita,
karena penanaman nilai kesopanan memang perlahan semakin minim diberikan para
orangtua masa kini.
Sangat urgen pengaruh dari pendidikan dalam lingkungan keluarga dalam
membentuk karakter dan sifat anak dalam menjalankan kehidupan. Terkadang, kita
sering sepele dengan apa yang kita lakukan terhadap anak yang masih belia dan
bagaimana cara kita mendidik mereka. Kita tidak sadar bahwa didikan lingkungan keluarga
sejak kecil itulah yang akan mendominasi pembentukan sikap dan karakter setiap
manusia.
Kita masih ingat jika dahulu, budaya mengaji masih sangat kental
diterapkan kepada anak-anak. Maka wajar jika nilai-nilai agama sangat kuat
tertanam hingga ke tataran pemerintahan, karena sejak kecil mereka yang menjadi
penerus peradaban memang sudah akrab dengan nilai agama. Sudah saatnya
pendidikan dalam keluarga dilakukan dengan optimal
0 comments:
Post a Comment