Wednesday 27 August 2014

Optimalisasi Pendidikan dalam Keluarga




Oleh Dian Marta Wijayanti, SPd
Guru SDN Sampangan 01 Kota Semarang,
Tim Assesor EGRA USAID Prioritas Jawa Tengah
Dimuat Koran Barometer, Jumat 16 Mei 2014

Di acara puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-21 pada 14 Juni 2014, Wakil Presiden Boediono menyatakan kualitas keluarga menunjukkan dan menentukan kualitas manusia. Kualitas manusia inilah nantinya yang akan menentukan kualitas bangsa Indonesia (Kompas, 15/6/2014). Ini penting dicermati. Khususnya bagi ibu dan bapak sebagai guru di keluarga. Mereka harus tahu bahwa di dalam keluarga itu terbentuk sistem pendidikan dalam keluarga yang perannya sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Menurut Wapres, berhasil atau tidaknya suatu bangsa sangat ditentukan oleh berhasil atau tidaknya membangun manusia keluarga yang berkualitas, sedangkan kualitas manusia ditentukan keterampilan dan pengetahuannya. Wapres juga mengajak kepada seluruh keluarga di Indonesia untuk memantapkan langkah menggerakkan kembali sejumlah program seperti Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga di Tanah Air.
Hal itu harus diteguhkan kembali. Pasalnya, jika program-program itu diarahkan untuk pengendalian jumlah penduduk dan pengaturan jarak kelahiran, peningkatan kualitas penduduk, hingga peningkatan pendapatan keluarga sejahtera dan pemberdayaan ekonomi keluarga melalui kegiatan bina keluarga yang meliputi balita, anak remaja dan lansia. Tak kalah penting adalah penerapan pendidikan dalam keluarga. Pasalnya, selama ini sekolah bernama keluarga masih dipandang sebalah mata.
Kak Seto atau Seto Mulyadi pernah menjelaskan bahwa pendidikan dalam keluarga dan peran orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Ini ilmu sederhana, namun jarang orang memahaminya. Karena saat ini, masyarakat hanya mengandalkan pendidikan formal saja. Padahal, pendidikan itu terbagi tiga, yaitu pendidikan dalam keluarga, di sekolah dan pendidikan di masyarakat.
Memang logis, selain faktor kesibukan dan pengetahuan, orang tua memang lebih simpel dan mudah mendidik anaknya lewat pendidikan formal. Kebiasaan para orangtua dalam memberikan pendidikan bagi anaknya sejak kecil, akan berdampak langsung bagi perkembangan daya pikir dan karakter sang anak kelak. Sebab setiap manusia pasti akan mengingat dan selalu melakukan hal pertamakali ia kenal, terutama apa yang diajarkan orangtuanya di rumah.
Pendidikan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan bagi manusia untuk pertama kali mengenal interaksi dengan manusia lain. Pendidikan informal ala keluarga, senantiasa diberikan orangtua kepada anaknya agar sang anak kelak memiliki bekal ketika menginjak pendidikan formal yang diajarkan di sekolah. Banyak hal diberikan orangtua kita tentang yang wajar kita ketahui dan lakukan sejak kita kecil. Membaca doa, berhitung, mengenali benda di sekitar kita, hingga baca tulis juga kerap dikenalkan orangtua kepada anaknya meskipun sang anak masih berusia belia.
Adolf Hitler (1889-1945) juga menyarankan bahwa ketika ada kediktatoran pemerintah maupun birokrat, maka rakyat harus mendaulatnya sendiri. Artinya, jika pemerintah tak mampu menyekolahkan anak, maka merekalah yang harus siap menjadi guru bagi anak-anaknya. Jika didikan dari kecil kepada anak diberikan dengan baik dan sesuai dengan apa yang seharusnya mereka dapatkan, niscaya hal itulah yang akan menjadi cerminan baginya ke depan dalam menjalani kehidupan di tengah masyarakat.
Jika didikan yang diberikan orangtua kepada anaknya jauh dari norma kesopanan, kesusilaan, bahkan norma agama, percayalah, si anak kelak akan kurang terbiasa dalam menjalani kehidupan yang berorientasi pada kesopanan maupun nilai-nilai agama. Apabila  kita cermati lebih jauh lagi, sesungguhnya karakter yang selalu dimiliki oleh manusia merupakan cerminan bagaimana mereka dididik oleh orangtuanya jauh sebelum mereka menginjak bangku sekolahan.
Memang tidak bisa kita pungkiri, peran guru juga berpengaruh dalam memberikan pengetahuan kepada siswanya dalam menunjang kecerdasan dan membantuk karakter siswa, namun yang tidak boleh kita lupakan adalah pendidikan ala keluarga yang sebenarnya lebih dominan dalam membentuk karakter anak di masa datang. Ketika anak sewaktu kecil senantiasa dihadapkan pada keributan yang dilakukan oleh orangtuanya, maka mental pembangkang dan bengal akan terpatri dalam jiwanya karena ia kurang mengenal dunia kasih sayang akibat orangtuanya selalu bertengkar. Baginya, pertengkaran merupakan hal yang lumrah dan dibenarkan karena orang terdekatnya saja selalu melakukan hal itu bahkan di hadapannya.
Akan tetapi, apabila orang tua selalu menunjukan sikap harmonis dan penuh kasih sayang dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, maka anak tersebut akan memiliki mental yang penuh dengan cinta kasih dalam menjalankan kehidupannya kerana ia menganggap hanya dengan kasih sayanglah kehidupan ini harus dilalui sebagaimana yang ia lihat kehidupan keluarganya dalam kehidupan sehari-hari.
Sikap kejujuran yang ditanamkan oleh orangtua sejak si anak kecil, juga akan berdampak panjang dalam hidupnya karena baginya melakukan kebohongan merupakan hal yang tabu karena tidak pernah diajarkan dan sangat takut pada sanksi yang akan didapat karena memang tidak pernah melakukan sebelumnya. Menanamkan sikap jujur inilah yang sangat berat dilakukan sebagian orangtua kepada anak karena orangtua terkadang masih suka silap sehingga harus melakukan kebohongan kepada anak.
Sikap tidak terpuji ini sangat mungkin dilakukan juga oleh si anak, karena mereka menganggap, ternyata kebohongan juga sudah menjadi hal lumrah dilakukan orangtuanya dan tidak ada sanksi yang besar yang akan didapat orang yang melakukan kebohongan. Di sini, memang kelihaian orangtua dalam mendidik anak benar-benar diuji. Apalagi, jika orangtua tersebut tidak terbiasa dalam melakukan hal positif dalam hidupnya, maka akan sangat berat untuk mananamkan karakter positif kepada anak.
Optimalisasi
Dalam menjalani kehidupan, kita pasti dihadapkan dengan lingkungan yang dihuni oleh manusia dengan beragam karakter. Karakter itu terbentuk sejak ia masih kecil dan merupakan cerminan dari didikan dalam lingkungan keluarga. Apabila seorang anak selalu diajak beribadah secara rutin oleh orangtuanya, sangat kecil kemungkinan anak tersebut akan menjadi manusia yang jauh dari nilai-nilai agama. 
Namun, apabila si anak tidak pernah diajak orangtua mengingat Tuhan dengan cara beribadah secara rutin, atau bahkan tidak pernah melihat orangtuanya beribadah, kelak anak tersebut akan menganggap, beribadah kepada Tuhan bukanlah kewajiban yang harus dilakukan secara mutlak meskipun telah dianjurkan sewaktu ia duduk di sekolah karena ia menganggap meninggalkan ibadah adalah hal yang wajar sebagaimana yang dilakukan orang tuanya di rumah.
Bahkan, hal terkacil mengenai nilai kesopanan, juga harus ditanamkan keluarga dalam membentuk karakter anak. Memberikan salam kepada orang lain atau jika hendak masuk rumah hari ini sudah tidak lagi populer di lingkungan kita, karena penanaman nilai kesopanan memang perlahan semakin minim diberikan para orangtua masa kini.
Sangat urgen pengaruh dari pendidikan dalam lingkungan keluarga dalam membentuk karakter dan sifat anak dalam menjalankan kehidupan. Terkadang, kita sering sepele dengan apa yang kita lakukan terhadap anak yang masih belia dan bagaimana cara kita mendidik mereka. Kita tidak sadar bahwa didikan lingkungan keluarga sejak kecil itulah yang akan mendominasi pembentukan sikap dan karakter setiap manusia.
Kita masih ingat jika dahulu, budaya mengaji masih sangat kental diterapkan kepada anak-anak. Maka wajar jika nilai-nilai agama sangat kuat tertanam hingga ke tataran pemerintahan, karena sejak kecil mereka yang menjadi penerus peradaban memang sudah akrab dengan nilai agama. Sudah saatnya pendidikan dalam keluarga dilakukan dengan optimal

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More