Wednesday 27 August 2014

Desakralisasi Gelar Akademik


Oleh Dian Marta Wijayanti, SPd
Lulusan Terbaik Jurusan PGSD Unnes pada April 2013,
CPNS Formasi Guru SD Kota Semarang, Mahasiswi Pascasarjana Unnes
Dimuat Solopos, 07/03/2014.

Gelar akademik hakikatnya sakral dan tidak sekadar permainan, polesan dan “hasil membeli”. Sayangnya, dewasa ini banyak yang menyalahartikan gelar tersebut. Bahkan, tidak jarang menggunakan “gelar akademik” sebagai alat kejahatan, politik dan “ajang narsis” belaka.

Fenomena itu terjadi karena gelar hanya dijadikan sebagai “tujuan”, bukan alat untuk melakukan kebaikan lebih banyak lagi. Karena hanya dianggap sebagai tujuan, banyak orang yang menempuh berbagai cara untuk mendapatkan gelar yang dikehendaki. Pihak yang tidak bertanggungjawab juga banyak memanfaatkan “candu gelar” dengan menjual gelar akademik kepada orang-orang yang membutuhkan.

Gelar yang diperoleh dengan cara tidak semestinya tentu tidak akan barokah. Penyalahgunaan penggunaan gelar sering kali terjadi. Bahkan yang sedang ramai dibicarakan akhir-akhir ini adalah kasus Raja Dangdut Rhoma Irama. Gelar profesor yang disematkan kepada pedangdut Rhoma Irama seharusnya diuji penyetaraan terlebih dulu di dalam negeri. Jika ternyata gelar Rhoma tidak terbukti valid, menurut Mendikbud M Nuh, bisa saja Rhoma dipidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Solopos, 27/02/2014).
Baru-baru ini, kasus Anggito Abimanyu yang mengundurkan diri sebagai dosen UGM atas kasus plagiarisme juga dapat dijadikan peringatan. Sebagai teladan, hendaknya dosen memberikan contoh baik, bukan sebaliknya seperti ini. Kasus tersebut mengisyaratkan bahwa gelar dosen pun harus disakralkan. Sehingga memperoleh gelar “doktor” dan “profesor” tidak dapat disamakan seperti proses pembuatan “mie instan” yang sekali rebus langsung jadi.
Pemerolehan titel tentu melalui proses panjang. Tidak tiba-tiba seseorang hadir sebagai “tokoh” dengan gelar yang tidak jelas asal-usulnya. Apalagi jika gelar tersebut diperoleh dari perguruan tinggi luar negeri. Tentu tanda tanya besar akan muncul di benak masyarakat. Kapan tokoh itu kuliah? Di mana beliau kuliah? Sudah baikkah akreditasi perguruan tinggi tempat tokoh itu belajar? Hal itu harus jelas legitimasi dan payung hukumnya.
Kasus lainnya, kenyataan “gila gelar” juga terjadi pada calon legislatif (caleg) Pemilu 2014. Dari baliho di pinggir jalan terlihat dari mereka yang memperlihatkan rentetan gelar. Bahkan, kelucuan terjadi ketika ada caleg yang menuliskan “kandidat doktor” pada balihonya. Kesombongan, kedangkalan berpikir dan ajang narsis dan terlihat dari  fenomena ini. Mereka yang jelas-jelas belum dinyatakan lulus berani-beraninya memamerkan gelar yang belum resmi untuk menarik suara masyarakat.
Gelar Akademik dan Amanah
Kondisi gelar dagelan sangat kontras dengan kondisi zaman dulu. Gelar akademik adalah sesuatu yang sakral dan mengandung amanah besar. Bahkan, banyak orang yang merasa takut ketika gelar sudah diberikan. Berani menggunakan gelar berarti siap mempertanggungjawabkan kompetensi sesuai bunyi gelar. Sehingga gelar yang digunakan seharusnya tidak hanya “gengsi-gengsian”, melainkan sebagai wujud kesiapan mengabdi pada bangsa dan negara.
Gelar tidak bisa terlepas dari amanah. Para tokoh dengan gelar tinggi seharusnya bisa menjadi teladan bagi masyarakat pada umumnya. Di negara ini, tokoh dianggap sebagai seseorang yang “luar biasa”. Dari kemampuan, tentu mereka yang bergelar tinggi mempunyai kemampuan lebih dibandingkan orang lain. Tapi, kenyataan menyalahgunaan gelar yang marak terjadi dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap perguruan tinggi. Ibarat pepatah “karena nila setitik rusak susu sebelanga”, tokoh-tokoh nakal telah menodai hakikat dan nilai sakral suatu gelar.
Andai saja semua yang bergelar “sarjana”, “magister”, “doktor”, dan “profesor” dapat menyatu dan bertanggungjawab pada masyarakat, tentu rakyat akan sangat menghargai gelar yang melekat. Sebenarnya bukan masalah “dihargai” atau “tidak dihargai”, tapi kepercayaan masyarakat terhadap kesakralan gelar perlu dihidupkan kembali. Jangan sampai amanah yang tertulis dan menyatu pada nama hanya sebatas “pantas-pantasan” atau “formalitas” saja.
Kualitas dari gelar itu yang harus diperbaiki. Tidak mustahil jika yang lulusan SMA lebih mahir dibandingkan lulusan sarjana maupun magister. Semua itu sangat mungkin terjadi karena adanya “keuletan” dan “kemauan keras” untuk menjadi lebih baik. Hal yang tidak ditinggalkan adalah “pertanggungjawaban” terhadap gelar yang dimiliki.
Harapan
Semakin banyaknya perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, diharapkan dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Dengan berbagai gelar di bidang pendidikan, ekonomi, hukum, humaniora dan sebagainya dari jenjang sarjana, magister, dan profesor diharapkan semuanya bertanggungjawab di bidangnya masing-masing. Tidak ada kesalahan ketika ahli pendidikan, ekonomi, hukum, budaya, seni mencalonkan diri sebagai perwakilan kursi legislative, namun mereka siap bekerja dan berjuang untuk aspirasi rakyat.
Penghayatan terhadap nilai-nilai spiritual perlu dikembangkan untuk menjadi manusia berkualitas. Dengan nilai spiritual, tentu manusia akan lebih menyadari bagian-bagian yang menjadi tugasnya. Karakter dapat berkembang sesuai lingkungan. Bisa jadi diawal seseorang memiliki karakter baik. Namun, ketika jabatan berada di genggaman, mata pun silau untuk menguasai hal-hal yang tidak menjadi haknya. Sehingga kejahatan akademik dengan penipuan gelar pun dilakukan, maka hal itu harus dicegah sedini mungkin.
Indonesia adalah negara besar dengan keanekaragaman. Nilai-nilai perbedaan yang mendasari jiwa kebangsaan hendaknya melekat pada sanubari orang-orang terdidik dengan gelar akademik yang disandangnya. Dengan menjadikan gelar sebagai alat menuju kebaikan, Indonesia akan menjadi negara unggul dengan SDM yang revolusioner. Gelar akademik akan tetap menjadi perihal yang “sakral” asal nilai spiritual menjadi bagian di dalamnya. Menjaga kesakralan gelar akademik adalah tanggung jawab kita bersama!

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More